Ekonom: Masyarakat Kerap Khawatir Lihat Utang RI Rp5.000 Triliun, Ini Salah Persepsi

by
https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1131972/670x335/ekonom-masyarakat-kerap-khawatir-lihat-utang-ri-rp5000-triliun-ini-salah-persepsi.jpg
Ekonom Ryan Kiryanto. Bimo©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - SVP Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia, Ryan Kiryanto angkat suara terkait utang Indonesia yang mencapai Rp 5.000 triliun dan kerap dianggap negatif. Padahal, menurutnya, nilai tersebut masih jauh dari kata bahaya.

"Masyarakat kerap khawatir karena melihat nilai utang yang mencapai Rp 5.000 triliun dan dianggap berbahaya, ini yang salah persepsinya," ujarnya saat ditemui di Labuan Bajo, Senin (9/12).

Ryan menjelaskan batas rasio utang yang diizinkan ialah sebesar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB), di mana posisi Indonesia saat ini baru sekitar 29 persen. "Rasio utang asing 29 persen masih bagus. Karena thresholdnya 60 persen," imbuhnya.

Dia mengakui, jika dilihat secara nilai, memang angka Rp 5.000 triliun terlihat besar. Namun, jika dibedah lebih dalam, dalam utang itu memiliki tenor variatif. Mulai 5 tahun bahkan sampai 30 tahun.

"Apalagi revenuenya salah satunya dari perusahaan-perusahaan dalam ekonomi kita mencapai Rp 15.000 T. Apalagi Bank Indonesia ngawal terus. Maka no worries," tuturnya.

Ryan menambahkan surat utang Indonesia juga sebenarnya masih dominan dipegang oleh domestik. Di mana, surat utang sebagian komposisinya dipegang oleh perbankan.

Bukan oleh asing seperti yang saat ini lebih ramai diketahui oleh masyarakat. "Yang memegang surat utang Indonesia masih domestik, sebagian darinya perbankan buku III dan IV."

1 dari 1 halaman

Sri Mulyani Disorot soal Utang

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1131972/paging/540x270/sri-mulyani-disorot-soal-utang.jpg

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok. Dalam kesempatan tersebut, dia menjelaskan mengenai kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dia mengatakan, postur APBN terdiri atas berbagai komponen. Beberapa di antaranya ekonomi makro dan pembangunan. Namun demikian yang paling banyak mendapat sorotan adalah pajak dan utang.

"Saya itu kalau di media sosial yang kami miliki, saya tahu ada saja yang selalu cuma bilang 'ah menteri keuangan tiap hari ngomongnya tentang pajak sama utang'. Kalau saya ngomongin tempe sama tahu lain dong," ujar Sri Mulyani, Rabu (27/11).

Dia melanjutkan, sorotan mengenai utang tak hanya disampaikan melalui debat terbuka dan diskusi langsung, namun juga disampaikan oleh beberapa pihak melalui parodi dan puisi.

"Nah kalau kita lihat, beberapa saat yang lalu kalau saya kasih kuliah ekonomi Indonesia, semua ngomong tentang fiskal. Semua fokusnya tentang utang saja, sampai dibuat puisi sampai dibuat parodi, segala macam. Itu karena isu menarik," jelasnya.

Padahal, penyusunan APBN termasuk utang melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut juga melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Menyusun APBN pertama kita diskusi sama DPR outlook nya. 2020 diskusi sejak Maret, ekonomi akan seperti apa, dinamika seperti apa, lalu muncul asumsi makro. Kita asumsi growth 5,3, inflasi 3,1 persen, exchange rate Rp14.400, suku bunga, harga minyak, gas. itu pengaruh semua dari postur APBN," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, setiap pendapatan negara maupun utang digunakan sebagai alat untuk pembangunan Indonesia. Pemerintah juga hati hati dalam menyalurkan setiap anggaran agar tepat sasaran dan sesuai kebutuhan.

"Tujuan pembangunan, target pengangguran, kemiskinan, gini ratio dan indeks pembangunan manusia baru kita susun posturnya. Jadi penerimaan dengan asumsi ini, berapa jumlah penerimaan yang akan kita colect next year, tax ratio-nya seperti apa, gimana cara mencapainya. Berapa kita belanjakan, untuk apa, itu yang kita lakukan dan tahun depan berapa defisitnya," tandasnya.

[idr]