https://awsimages.detik.net.id/visual/2019/08/27/4a4611fc-b2ee-461f-be79-93082a1df435.jpeg?w=715&q=90
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)

Hati-Hati...! Aksi Jual Emas Belum Akan Berakhir

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global menguat tipis pada perdagangan Senin (9/12/2019) setelah anjlok lebih dari 1% pada Jumat pekan lalu. Pada pukul 15:08 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.462,55/troy ons, menguat 0,22% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Data tenaga kerja AS yang impresif menjadi pemicu anjloknya emas pada Jumat lalu. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang November perekonomian AS mampu menyerap 266.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP).

Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober sebanyak 156.000 tenaga kerja, dan jauh lebih tinggi dari konsensus Trading Economics sebesar 180.000 tenaga kerja. NFP pada bulan November tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak bulan Januari lalu.

Data tersebut terbilang impresif melihat rilis data jika melihat rilis data oleh Automatic Data Processing Inc. (ADP) pada Rabu lalu yang melaporkan sektor swasta AS menyerap tenaga kerja hanya sebanyak 67.000 orang.

Belum lagi jika melihat tingkat pengangguran Negeri Paman Sam yang dilaporkan di 3,5% di bulan November. Tingkat pengangguran tersebut turun dibandingkan bulan Oktober sebesar 3,6%, menyamai catatan di bulan September, dan merupakan yang terendah sejak tahun 1969.

Hanya satu data yang kurang bagus yakni rata-rata upah per jam yang naik 0,2% month-on-month (MoM) lebih rendah dari konsensus Trading Economics sebesar 0,3%. Seandainya data ini juga dilaporkan lebih tinggi dari konsensus, tekanan bagi emas akan semakin hebat.

Untuk diketahui, data tenaga kerja AS merupakan salah satu acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Rilis data yang impresif ini tentunya menguatkan sikap The Fed untuk menahan suku bunganya. Ketika The Fed tidak menurunkan suku bunga, maka satu pijakan emas untuk melaju pun hilang.

Penurunan lebih dari 1% tersebut tentunya membuat harga terlihat "murah" bagi sebagian pelaku pasar, yang memicu aksi beli. Atau bisa jadi banyak pelaku pasar yang melepas posisi jualnya untuk mencairkan profit atau yang dikenal dengan istilah short covering.

Melihat background tersebut, kenaikan harga emas belum bisa dianggap bagus. Apalagi mengingat pekan ini ada dua faktor krusial yang akan menentukan nasib emas, pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) serta kemungkinan adanya kesepakatan dagang AS-China.

AS-China sampai saat ini masih melakukan perundingan secara intensif dan berada di jalur yang bagus. Namun AS sampai saat ini masih berencana menaikkan lagi bea masuk importasi produk dari China pada 15 Desember nanti jika kedua negara belum menandatangani kesepakatan dagang.

Jadi sebelum tanggal 15 tersebut akan menjadi krusial bagi kedua negara, dan berdampak besar bagi perekonomian global begitu juga dengan harga emas. 

Jika The Fed kembali menegaskan sikapnya untuk tidak menurunkan suku bunga lagi pada Kamis (12/12/2019) dini hari, serta AS-China akhirnya meneken kesepakatan dagang, aksi jual emas masih akan berlanjut, bahkan lebih masif. 


1 dari 2 Halaman