Tak Larang Eks Napi Koruptor Ikut Pilkada, KPU Kena Kritik KPK
Dalam Peraturan KPU No. 18 Tahun 2019, hanya terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak yang dilarang ikut pilkada.
by Ameidyo DaudKomisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengkritik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang masih membolehkan mantan terpidana korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah. Ketua KPK Agus Rahardjo juga mengutarakan keprihatinannya jika eks napi koruptor masih punya kans berkuasa.
Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 yang keluar pekan lalu, hanya terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak yang dilarang ikut pilkada. Sedangkan Pasal 3A ayat 3 dan 4 PKPU tersebut hanya bersifat imbauan agar terpidana korupsi tak diutamakan maju kontestasi kepala daerah.
“Kita tahu orang yang mentalitasnya seperti apa kok masih dipertahankan (bisa ikut pilkada),” kata Agus di Jakarta, Senin (9/12).
(Baca: Jokowi Ditanya Siswa SMK: Mengapa Tak Tegas Hukum Mati Koruptor?)
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan langkah KPU adalah kemunduran demokrasi. Laode menyarankan KPU mengumumkan curriculum vitae (CV) dan rekam jejak calon kepala daerah lewat laman resmi penyelenggara pemilu.
“Apalagi pernah menjadi terpidana korupsi,” kata Laode.
Sebenarnya KPU sudah memasukkan larangan eks terpidana korupsi ikut pemilu dalam PKPU No 20 Tahun 2018. Namun aturan ini dibatalkan Mahkamah Agung (MA) September lalu. Ketua KPU Arief Budiman beralasan larangan koruptor mencalonkan diri lagi masuk dalam aturan KPU lantaran adanya novum (fakta) baru.
Pertama ada calon kepala daerah yang terpilih, padahal sudah ditangkap dan ditahan karena kasus korupsi. Kedua, adanya mantan narapidana kasus korupsi yang kembali mengulangi perbuatannya ketika terpilih dalam Pilkada.
(Baca: Temui Jokowi, KPU Usul Larang Eks Napi Koruptor Ikut Pilkada)
Bulan lalu, KPU sempat mengusulkan larangan mantan napi kasus korupsi mencalonkan diri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hanya saja Arief tidak menyampaikan bagaimana respons Presiden.
“Saya pikir ditanyakan kepada Pak Presiden saja,” kata Arief November lalu.