https://statik.tempo.co/data/2018/03/27/id_693820/693820_720.jpg
Sejumlah guru swasta dari PGSI membentangkan spanduk berisi tuntutan saat melakukan aksi demo di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, 27 Maret 2018. Mereka mendorong DPR merevisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). TEMPO/Fakhri Hermansyah

Viral Honor Akan Dipangkas, Ratusan Guru Non PNS di Bekasi Demo

by

TEMPO.CO, Bekasi - Ratusan guru non pegawai negeri sipil berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bekasi, Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, Jumat 29 November 2019. Mereka turun ke jalan lantaran ada sejumlah kabar di antaranya perihal pemangkasan honor mulai tahun depan.

Guru non PNS selama ini menerima honor Rp 3,9 juta. Dalam pesan berantai disebut, honor akan dipangkas menjadi Rp 2,8 juta. Karena itu, ratusan guru sekolah dasar dan menengah pertama negeri tersebut meminta klarifikasi ke DPRD Kota Bekasi.

"Ada isu yang berkembang mengenai adanya pemangkasan dan rasionalisasi tentang honor," kata seorang peserta aksi, Lukmanul Hakim, Jumat sore, 29 November 2019.

Menurut dia, isu berkembang dalam pesan berantai. Pesan berisi empat poin, di antaranya DPRD Kota Bekasi berencana mengurangi jumlah Tenaga Kerja Kontrak (TKK), Guru Tenaga Kontrak (GTK) dan pengurangan gajinya menjadi Rp 2,8 juta. Selain itu DPRD Kota Bekasi belum mengesahkan APBD tahun 2020 dan harus disahkan sebelum 30 November 2019 lalu melaporkannya ke Mendagri.

Poin ketiga adalah DPRD Kota Bekasi belum mengalokasikan anggaran biaya untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang sudah lulus pada 2019. Terakhir, DPRD Kota Bekasi berencana akan membekukan Kartu Sehat (KS) yang dianggap sebagai sumber defisit anggaran Pemerintah Kota Bekasi.

Ratusan guru menggeruduk gedung parlemen merupakan reaksi atas kekhawatiran tenaga pendidik perihal haknya yang ditanggung oleh anggaran daerah. "Maka itu hari ini kami mau klarifikasi," kata dia.

Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS, Adhika Dirgantara, mengatakan, pesan berantai tersebut juga mendiskreditkan DPRD. "Secara umum, apa yang disampaikan dalam poin-poin ini adalah framing, bias dan pemutarbalikan fakta serta upaya mendiskreditkan DPRD," katanya.

Ihwal TKK dan GTK, menurut Adhika, DPRD justru ingin melakukan penguatan. Bahkan, DPRD akan memperjuangkan kalau honor para guru non PNS itu setara dengan upah minimum atau sekitar Rp 4,5 juta, naik dari sebelumnya Rp 3,9 juta.

"Posisi DPRD menunggu finalisasi dari Wali Kota Bekasi. Kami masih ada waktu sampai Sabtu. Bola ada di Wali Kota untuk ketuk palu pengesahan APBD 2020," kata Adhika.

Adapun terkait P3K disebutkannya adalah program pusat, tapi dilimpahkan ke APBD. Perencanaan P3K dilakukan oleh eksekutif dan dianggarkan melalui RAPBD. "Tidak mungkin ada penganggaran kalau tidak ada perencanaan dari wali kota," katanya.

Sedangkan perihal Kartu Sehat, DPRD Kota Bekasi berjanji memperkuat jaminan kesehatan daerah tersebut dengan dasar hukum yang kuat agar pelayanan semakin optimal. Tapi di sisi lain, kata dia, ada peringatan dari Kemendagri bahwa Jamkesda wajib integrasi dengan jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam bentuk BPJS Kesehatan.

"Ini yang masih kami carikan jalan keluar, jangan sampai kita kemudian terjerat hukum karena salah kebijakan. Posisi terakhir tengah diminta saran kepada KPK," kata Adhika.