Akhir Pekan November, Wall Street Dibuka Memerah
by Arif Gunawan, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Jumat (29/11/2019), di tengah kekhawatiran seputar perkembangan negosiasi dagang antara AS dan China.
Pada pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) indeks Dow Jones Industrial Average turun 75 poin (-0,3%), dan belanjur menjadi 78,85 poin (-0,28%) ke 28.085,15 selang 15 menit kemudian. Indeks Nasdaq drop 23,77 poin (-0,27%) ke 8.680,58 sementara indeks S&P 500 tertekan 7,39 poin (-0,23%) ke 3.146,08.
Namun secara bulanan, ketiga indeks utama bursa saham AS tersebut mengarah pada penguatan. Indeks S&P 500 sampai dengan kemarin terhituang menguat 3,8% secara bulanan atau menjadi yang tertinggi sejak Juni kemarin ketika melesat lebih dari 6%. Indeks Dow Jones dan Nasdaq juga naik 4,1% dan 5% secara bulanan.
Pemicu kenaikan harga-harga saham tersebut tak lain adalah optimisme seputar negosiasi dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar dunia tersebut. Pada Oktober, Presiden AS Donald Trump mengatakan kedua belah pihak telah mencapai "fase pertama" kesepakatan dagang yang akan diteken pada November.
Namun, optimisme itu segera memudar setelah Trump kemarin meneken UU yang mendukung aksi pendemo di Hong Kong. Merespons itu, Menteri Luar Negeri China menilai AS memiliki "niat buruk". Investor pun khawatir bahwa perkembangan ini akan membuat AS menerapkan tarif pada 15 Desember nanti karena pembicaraan kian buntu.
"China telah menyuarakan ketidaksukaan mereka atas penandatanganan UU itu," tutur Head of Rates Trading AmeriVet Securities Gregory Faranello, dalam laporan risetnya, sebagaimana dikutip CNBC International.
Karenanya, lanjut dia, pandangan pelaku pasar kini tertuju pada kemajuan pembicaraan kesepakatan dagang fase pertama dan potensi aksi balasan China terhadap langkah Trump yang terbaru tersebut.
Wall Street juga memonitor saham ritel setelah ajang diskon belanja AS yakni Black Friday resmi dimulai. Kuatnya penjualan pada momen tersebut bakal menjadi indikator bahwa kekuatan daya beli masyarakat AS masih terjaga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)