https://www.hidayatullah.com/files/bfi_thumb/Akmal-Syarif-SPI-Jakarta-Angkatan-10-di-INSISTS-Jakarta-Selatan-by-Rabiana-Nur-Awalia-e1575034493110-39tq1jl9hol6xg3t1w0f0g.jpg
Akmal Sjafril pada pertemuan perdana semester kedua SPI Jakarta Angkatan ke-10 di Aula INSISTS, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2019).Rabiana Nur Awalia

Sekularisme: Konsep Dualis yang Banyak Tak Disadari

“Sebelum melakukan Islamisasi, kita harus melakukan dewesternisasi terlebih dahulu"

Hidayatullah.com– Dalam pertemuan perdana semester kedua SPI Jakarta Angkatan ke-10 di Aula INSISTS, Kalibata, Jakarta Selatan, Akmal Sjafril berkesempatan menjelaskan materi Sekularisme.

Sekularisme, menurut Akmal, adalah sebuah pemahaman yang berasal dari Barat atau Eropa yang merupakan pecahan Romawi Barat. Ideologi itu kemudian ‘diimpor’ ke Timur, yakni ke negara-negara jajahan Barat di Asia dan Afrika.

“Sebelum melakukan Islamisasi, kita harus melakukan dewesternisasi terlebih dahulu,” ungkap penulis buku Islam Liberal 101 ini sambil mengutip perkataan Syed Muhammad Naquib al-Attas pada Rabu (13/11/2019) malam.

Puluhan peserta kuliah menyimak materi yang disampaikan, salah seorang di antaranya adalah Nada Zahra, yang akrab disapa Nada. Ketika ditanya tanggapannya tentang materi yang disampaikan, Nada mengungkapkan bahwa materi tersebut bagus dan bahasannya cukup mendalam, namun sebagai peserta, dia merasa harus tetap banyak membaca juga.

“Karena selama ini aku suka bingung dengan konsep sekularisme dan membedakannya dengan konsep yang lain. Alhamdulillah, sekarang aku lebih paham sekularisme itu apa, dan cara menanganinya bagaimana,” ujarnya.

Peserta kuliah lainnya, Siti Nazuratul Zalillah mengaku bahwa dirinya sudah pernah mendengar soal sekularisme dan membacanya dari buku.

“Yang aku tahu, poinnya itu bahwa sekularisme menjauhkan agama dari mengurusi dunia, atau memisahkan agama dari urusan politik,” ujar peserta yang biasa dipanggil Nazura ini.

Setelah mendengar paparan di SPI, Nazura juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa lebih tercerahkan, lebih tahu sebab-sebab munculnya paham sekularisme itu, dan lebih tahu bagaimana cara untuk bersikap.

Kesan yang sama juga disampaikan oleh Ayu Suandari Larasati. Peserta SPI asal Jakarta Barat ini mengaku sudah beberapa kali mendapatkan materi sekularisme.

“Ini seperti materi awal banget dari semua paham menyimpang dan menyerang Islam,” ungkapnya.

Perempuan yang akrab disapa Ayu ini merasa bahwa ada hal berbeda dari materi sekularisme yang baru saja ia dapatkan dibandingkan dengan sebelumnya yaitu tentang konsep pendidikan yang ‘terjangkit’ sekularisme. Menurutnya, banyak dari umat Muslim yang tidak sadar pernah atau masih punya pemikiran sekular.

Saat ditanya lebih lanjut, Ayu mengaku bahwa ia tanpa sadar juga terkadang masih berpikir sekular.

“Aku yang kuliah di jurusan Teknik Mesin seringkali merasa aku harus pindah ke jurusan agama juga. Niatnya sih bagus untuk lebih memilih agama, tetapi aku tanpa sadar sudah memisahkan antara agama dan urusan dunia. Padahal, memangnya kenapa gitu kalau jurusan teknik mesin jago, terus urusan agama juga jago?” ungkap perempuan yang saat ini sedang menempuh studi di Universitas Trisakti itu.

Nada pun mengakui bahwa ia pernah melakukan perbuatan sekular secara tidak sadar. Saat ditanya tentang pengalamannya, ia berkata, “Pernah, kayak (berpikir ala) dualisme begitu. (Sempat berpikir bahwa) manusia yang baik itu beragama tapi enggak semuanya dihubungkan dengan agama.”

Akmal, yang juga menjabat sebagai Kepala SPI Pusat, mengungkapkan bahwa semua hal bersumber dari Dzat yang Satu, yakni Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga tidak dibenarkan jika ada pemisahan hubungan antara satu hal dan hal lainnya dalam dunia ini.

“Orang sekuler melihat dunia secara mendua, misalkan akal dan materi serta jiwa dan raga, yang sebenarnya semuanya saling berhubungan dan harus dipandang secara komprehensif,” pungkas Akmal.* Rabiana Nur Awalia