https://foto.wartaekonomi.co.id/files/arsip_foto_2019_11_14/airlangga_hartarto_082353_big.jpg

Airlangga Hartarto Mendadak Amnesia, Ada Apa?

by

WE Online, Jakarta - Fungsionaris Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab mengatakan perrnyataan Airlangga Hartarto di beberapa media yang mensyaratkan dukungan 30 persen untuk menjadi syarat sah sebagai Calon Ketua Umum Partai Golkar merupakan pernyataan ahistoris.

Baca Juga: Golkar Ogah Ikutan Bamsoet soal Pilkada

"Pertama, bisa saja Airlangga membaca Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, dalam kondisi ngantuk berat, sehingga menafsirkan Pasal dalam konstitusi Partai Golkar secara serampangan, atau kedua, Airlangga mendadak amnesia, pada saat dirinya maju menjadi Calon Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub di Bali tahun 2016, bahwa syarat 30% (tiga puluh persen) dukungan dalam bentuk pemilihan/pemungutan (voting), bukan dalam bentuk dukungan surat administrasi," kata Sirajuddin dalam rilisnya.

Pada saat tahapan pemilihan/pemungutan suara dalam Munaslub Partai Golkar 2016, Airlangga Hartarto sebagai Calon Ketua Umum hanya mendapatkan suara pemilih 14 suara saja. Dari 8 (delapan) orang calon Ketua Umum Partai Golkar, Ade Komaruddin (173 suara), Airlangga Hartarto (14 suara), Aziz Syamsuddin (48 suara), Indra Bambang Utoyo (1 suara), Mahyudin (2 suara), Setya Novanto (277) Syahrul Yasin Limpo (27 suara), Prio Budi Santoso (1 suara), ternyata hanya ada 2 (dua) orang calon Katua Umum yang memenuhi dukungan suara pemilihan (voting) 30 persen suara, yaitu Setya Novanto dan Ade Komaruddin, yang lolos mengikuti tahapan pemilihan selanjutnya. Namun Ade Komaruddin menyatakan mundur dalam proses tahapan pemilihan lanjutan, sehinga Setya Novanto ditetapkan menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar 2014-2019, melanjutkan periodesasi Ketua Umum Aburizal Bakrie.

Airlangga jangan menafsirkan pasal 12 dan pasal 50 Anggaran Rumah Tangga, sesuai dengan selera sendiri. Berkaitan dengan Pasal 12 ART yang berbunyi 'didukung oleh 30% pemegang hak suara', tidak bisa ditafsirkan bahwa setiap calon Ketua Umum Partai Golkar, dinyatakan sah sebagai calon Ketua Umum apabila mendapatkan 30% surat dukungan (administrasi), itu tafsir yang sesat dan keliru, tidak sesuai dengan penerapan dalam Munas-Munas sebelumnya.

Kalau kita membaca dengan teliti, arti kata di dalam Pasal 12 'pemegang hak suara' di belakang kata 30% itu terkorelasi dengan Pasal 50 ayat 1, bahwa 'pemilihan dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah', sehingga kata 'peserta musyawarah', merupakan pengejawantahan dari kata 'pemegang hak suara', sebagaimana tertuang dalam pasal 49 ART yang mengatur tentang 'Hak Bicara dan Hak Suara', sehingga Pasal 12, Pasal 49, Pasal 50 ART merupakan satu kesatuan dari proses syarat dan tahapan pemilihan Calon Katua Umum Partai Golkar.

Airlangga jangan merusak tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan demokratis dalam Partai Golkar, demi mempertahankan hasrat kekuasaan semata, segala aturan main ditabrak dan dilanggar. Jangan sampai sejarah kelam perpecahan dalam tubuh Partai Golkar digali kembali oleh Airlangga sendiri.

"Kita berharap pada Munas Partai Golkar, yang akan digelar pada tanggal 3-6 Desember 2019 di Hotel Ritz Carlton Kuningan Jakarta Selatan, bisa berjalan dengan terbuka, demokratis dan berkeadilan, sehingga tidak lagi melahirkan perpecahan,"