Istana: Jokowi Lahir dari Pemilihan Presiden Secara Langsung!
by Chandra Gian Asmara, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Istana Kepresidenan merilis sikap resmi merespons dinamika di tataran publik seiring kemunculan wacana pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Intinya, Istana menegaskan bahwa opsi terbaik adalah pemilihan presiden secara langsung.
Dalam pernyataan yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (29/11/2019) malam, Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman mengatakan rakyat merupakan sumber legitimasi kekuasaan negara dan pemerintah. Melalui mekanisme pemilihan langsung, rakyat yang sudah berhak memilih berdasarkan konstitusi UUD 1945, memberikan mandat kekuasaan kepada pemimpin pilihannya di Indonesia untuk menjalankan pemerintahan.
"Presiden terpilih adalah penerima mandat kekuasaan rakyat secara langsung, menciptakan hubungan yang kokoh antara rakyat dengan presiden. Dengan mandat dari rakyat tersebut, maka presiden bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat," ujar Fadjroel.
Ia menjelaskan, UUD 1945 Pasal 6A menyatakan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Inilah prinsip dasar mandat kekuasaan rakyat yang diperjuangkan melalui Reformasi 1998. Berdasarkan prinsip dasar tersebut, pemilihan presiden tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, dan bukan melalui mekanisme perwakilan, sebagaimana yang pernah dijalankan oleh Indonesia di masa lalu.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo pernah menegaskan bahwa pemilihan presiden langsung merupakan bagian dari proses memperoleh pemimpin yang berkualitas.
"Saya ini produk pilihan langsung dari rakyat. Masa saya mendukung pemilihan presiden oleh MPR?."
Penegasan Presiden Jokowi, menurut Fadjroel, menjelaskan sikap politik pemerintah terkait adanya gagasan pemilihan presiden secara tidak langsung melalui perwakilan di MPR RI. Pemilihan presiden secara langsung merupakan konsensus dan cara terbaik untuk memilih pemimpin bangsa Indonesia.
"Panca Kerja yang mendorong pembangunan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, menyederhanakan birokrasi dan regulasi, dan mentransformasikan ekonomi Indonesia dari industri berbasis sumber daya alam menjadi manufaktur dan jasa modern, memerlukan sosok pemimpin bangsa terbaik yang dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung," ujar Fadjroel.
"Keberhasilan bangsa menuju Indonesia Maju sebagaimana dicita-citakan dalam Mukadimah UUD 1945 sangat ditentukan oleh keberhasilan bangsa Indonesia menentukan dan memilih pemimpin nasional. Hanya ada satu jalan: pemilihan presiden secara langsung," lanjutnya.
Sebelumnya, wacana presiden dan wakil presiden kembali dipilih MPR RI muncul selepas pertemuan antara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
"Kami juga hari ini mendapat masukan dari PBNU berdasarkan hasil Munas PBNU sendiri di tahun 2012 di Cirebon yang intinya adalah PBNU merasa pemilihan presiden dan wapres lebih bermanfaat, bukan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang (dipilih rakyat) langsung," katanya dilansir CNN Indonesia, Kamis (28/11/2019).
Wacana itu menuai respons beragam dari berbagai kalangan. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengkritik munculnya wacana tersebut. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
"Sangat potensial mengulang kembali apa yang terjadi di era orde baru. Karena pasti wacana ini tidak akan berhenti di sini. Pasti akan ada lanjutan yang menjadi pembenaran karena pertimbangan biaya, keutuhan bangsa, dan kebutuhan pada figur yang baik," katanya.
"Maka diskursus selanjutnya soal perpanjangan masa jabatan, lama-lama malah penghapusan sama sekali pembatasan masa jabatan. Maka isu pilpres oleh MPR ini adalah ibarat kotak pandora kita untuk kembali pada era kegelapan orde baru," imbuhnya.
(miq/miq)