https://images.hukumonline.com/frontend/lt5328355b1e798/lt532841ca2d25d.jpg
Gedung MK. Foto: RES

MK: Peradi Wadah Tunggal Melekat 8 Kewenangan

by

“Sehubungan dengan kewenangan penyumpahan menjadi Advokat, di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi. Sebab, Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangannya termasuk kewenangan pengangkatan advokat.”

Sejak awal Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana diatur Pasal 28 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas dalam Putusan No. 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006. Dalam putusan itu, MK menegaskan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dengan delapan kewenangan yang diatur UU Advokat.

 

Karena itu, Majelis MK menolak seluruh permohonan uji materi terkait konstitusionalitas frasa “organisasi advokat” dalam sejumlah pasal UU Advokat yang dimohonkan sejumlah advokat dan seorang calon advokat. “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 35/PUU-XVI/2018 di ruang sidang MK, Kamis (28/11/2019). Baca Juga: MK Diminta Tegas Putuskan Konstitusionalitas Wadah Tunggal

 

Permohonan ini diajukan Bahrul Ilmi Yakup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Fauzie Yusuf Hasibuan dan Iwan Kurniawan yang merupakan calon advokat. Mereka meminta organisasi advokat yang menjalankan kewenangan dalam UU Advokat seharusnya hanya satu organisasi advokat agar ada kepastian hukum, dalam hal ini Peradi.

 

Para pemohon mempersoalkan frasa “organisasi advokat” dalam Pasal 1 ayat (4); Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (1) huruf f; Pasal 4 ayat (3); Pasal 7 ayat (2); Pasal 8 ayat (1) dan (2); Pasal 9 ayat (1); Pasal 10 ayat (1) huruf c; Pasal 11; Pasal 12 ayat (1); Pasal 13 ayat (1) dan (3); Pasal 23 ayat (2); Pasal 26 ayat (1) hingga ayat (7); Pasal 27 ayat (1), (3) dan (5); Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 29 ayat (1), (2),(4) dan (5); Pasal 30 ayat (1); Pasal 32 ayat (3) dan (4); Pasal 33; dan penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat.  

 

Para Pemohon menilai frasa “organisasi advokat” telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai organisasi advokat yang mengklaim seolah-olah sah dan berwenang menjalankan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Seperti menyelenggarakan pendidikan calon advokat, mengangkat advokat, permohonan pengambilan sumpah advokat, merekrut anggota, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi etik kepada advokat. Hal ini jelas tidak benar dan tidak berdasar secara konstitusional.

 

Karenanya, Mahkamah diminta mengabulkan permohonan ini dengan menyatakan frasa “organisasi advokat” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang berwenang melaksanakan UU Advokat. Namun, organisasi advokat yang tidak melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, boleh banyak.  

 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan Peradi merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dalam UU Advokat yang memiliki kewenangan: melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat; melaksanakan pengujian calon Advokat; melaksanakan pengangkatan Advokat; membuat kode etik; membentuk Dewan Kehormatan; membentuk Komisi Pengawas; melakukan pengawasan; dan memberhentikan Advokat. Hal ini juga dimuat dalam Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011.

 

Berkaitan dengan organisasi-organisasi advokat lain yang telah ada hingga saat ini, bagi Mahkamah hal tersebut tidak dapat dilarang. Sebab, konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945.

 

“Namun organisasi-organisasi advokat lain itu tidak mempunyai kewenangan menjalankan delapan jenis kewenangan yang telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya yang berkaitan organisasi advokat yang juga termuat dalam Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.

 

Sehubungan dengan kewenangan penyumpahan menjadi Advokat, di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi. Sebab, Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangannya termasuk kewenangan pengangkatan advokat.

 

Penegasan Mahkamah terhadap organisasi advokat melalui pertimbangan pada beberapa putusan terdahulu tersebut tidak dapat dilepaskan dari keinginan yang kuat untuk membangun marwah advokat sebagai profesi mulia, yang dapat diwujudkan dengan memberikan penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas, khususnya bagi yang menggunakan jasa profesi advokat.

 

Berkaitan dengan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana yang dimaksudkan UU Advokat yang diujikan dalam perkara ini, Mahkamah menganggap permasalahan ini telah selesai. Karena itu, sepanjang berkenaan dengan permasalahan konstitusionalitas organisasi advokat, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Advokat, maka hal tersebut sudah tidak relevan lagi dipersoalkan.

 

Dengan demikian, permasalahan organisasi advokat yang secara faktual saat ini masih ada, hal tersebut telah berkenaan dengan kasus-kasus konkrit dan bukan menjadi kewenangan Mahkamah untuk menilainya. “Mahkamah menilai bahwa dalil-dalil para Pemohon tidak relevan dengan pokok permohonan dan tidak beralasan menurut hukum.”