https://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-pengujian-formil-perubahan-uu-kpk_20191119_224238.jpg
Wartakota/henry lopulalan
Foto ilustrasi 

Pengamat: Putusan MK Pertegas Wadah Tunggal Organisasi Advokat

by

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkmah Konstitusi (MK) memutuskan sikap terkait keberadaan wadah tunggal organisasi advokat. MK menolak gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 yang teregistrasi menjadi perkara di Nomor : 35/PUU XVII/2018.

Pakar Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid, menilai putusan MK itu sudah tepat, sesuai argumentasi yuridis dan konstitusional.

Walaupun secara teknis yuridis amarnya menolak permohonan para pemohon, namun dari segi pertimbangan hukum, kata dia, MK menegaskan hal-hal substansial yang secara materil menjadi pokok permasalahan, konflik dan perpecahan yang selama ini terjadi dikalangan profesi Advokat.

“Putusan MK menguatkan Peradi sebagai organ negara bersifat “single bar association”. Argumentasi yuridis dan konstitusional yang mahkamah gariskan dan tegaskan di pertimbagan hukum adalah sangat kuat dan mempunyai basis legal-konstitusional jika dilihat dari segi filosofis dan akademik,” ujarnya, saat dihubungi, Jumat (29/11/2019)

Dia menjelaskan, MK berpendapat persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat telah selesai dan dipertimbangkan.

Dia menegaskan, Peradi merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat satu-satunya wadah profesi advokat. Putusan MK ini bernomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 silam.

"Putusan MK ini, memiliki kewenangan sebagaimana ditentukan UU Advokat untuk, melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat seperti tercantum pada Pasal 2 ayat (1) UU No.18/2003, yakni melaksanakan pengujian calon Advokat Pasal 3 ayat (1) huruf f, melaksanakan pengangkatan Advokat Pasal 2 ayat (2), membuat kode etik Pasal 26 ayat (1), membentuk Dewan Kehormatan Pasal 27 ayat (1), membentuk Komisi Pengawas Pasal 13 ayat (1), melakukan pengawasan Pasal 12 ayat (1), memberhentikan Advokat Pasal 9 ayat (1)," kata dia.

Adapun, berkaitan keberadaan organisasi-organisasi advokat lain yang secara de facto saat ini, kata dia, hal itu tidak dapat dilarang karena konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

Namun, dia menambahkan, organisasi-organsasi advokat lain tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan delapan jenis kewenangan sebagaimana diuraikan pada butir angka (1) di atas dan hal tersebut telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian mahkamah di putusannya berkaitan organisasi advokat yang dapat menjalankan delapan kewenangan dimaksud vide Putusan MK Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011 silam.

“Berkaitan penyumpahan advokat yang dilakukan Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, tidak serta- merta membenarkan organisasi di luar Peradi dapat menjalankan 8 kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat," ujarnya.

Upaya penyumpahan advokat itu, menurut dia, dilakukan semata-mata dengan pertimbangan tak diperbolehkan menghambat hak konstitusional setiap orang termasuk organisasi advokat lain yang secara de facto ada sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Dia menambahkan, calon advokat harus dijamin perlindungan hak konstitusional untuk disumpah oleh pengadilan tinggi karena tanpa dilakukan penyumpahan calon advokat yang bersangkutan tidak akan dapat menjalankan profesinya.

"Konsekuensi yuridisnya, berdasarkan putusan MK berkaitan penyumpahan menjadi Advokat maka ke depan organisasi-organisasi advokat lain selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi, hal itu adalah perintah MK," tambahnya.

Sebelumnya, MK menolak gugatan terhadap UU No. 18/2003 tentang Advokat. Isi gugatan meminta agar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ditetapkan sebagai organisasi tunggal advokat. Permohonan uji materi terbaru itu diajukan enam orang advokat.

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan MK telah memutus lima perkara pengujian norma organisasi advokat dalam kurun 2006-2015. Berangkat dari putusan-putusan terdahulu, MK menilai tidak ada persoalan konstitusionalitas ihwal organisasi advokat.

MK pernah menyatakan dalam pertimbangan hukum putusan Peradi sebagai organisasi yang berhak menjalankan delapan kewenangan pemberian UU Advokat. Meski demikian, MK juga tidak malarang organisasi advokat lain karena menyangkut jaminan hak berserikat dan berkumpul serta hak pengacara untuk mendapatkan pekerjaan.

“Dengan demikian permasalahan organisasi advokat yang secara faktual masih ada telah berkenaan dengan kasus konkret yang bukan kewenangan Mahkamah untuk menilai,” kata Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan